ASPEK
MIKROBIOLOGI PANGAN
Mikroorganisme tersebar luas di alam
dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang
steril, tetapi umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan,
sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Pengawetan pangan merupakan
usaha untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
pada bahan pangan.
Untuk dapat tumbuh
dan berfungsi secara normal, mikroorganisme membutuhkan sumber
energi, sumber nitrogen, vitamin, mineral dan faktor pertumbuhan
lainnya. Komponen-komponen tersebut diperoleh mikroba dari
bahan pangan, sehingga makanan menjadi rusak. Untuk pertumbuhannya, kapang mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling minimal, diikuti
dengan khamir, kemudian bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positif mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling lengkap. Disamping komponen zat gizi yang diperlukan tersebut, kondisi lingkungan yang sesuai, seperti keberadaan air
bebas (aktivitas air), pH, oksigen, dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan mikroba.
Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka
mikroba pun tidak dapat hidup. Di dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi, tujuan
utama yang diinginkan adalah untuk membunuh mikroba yang tidak
diinginkan, terutama mikroba pembusuk dan patogen. Agar proses pemanasan dapat menjamin mikroba
target dibunuh, maka perlu pengetahuan tentang sifat-sifat mikroorganisme dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Mikroba yang berbeda akan
tumbuh di dalam produk pangan yang berbeda dari tingkat keasaman,
kandungan air, atau komposisi
zat gizinya. Karena mikroba mempunyai
toleransi yang berbeda terhadap keberadaan oksigen, maka terdapat mikroba yang
dapat tumbuh pada produk pangan yang dikemas dalam
kondisi vakum (anaerobik) atau terdapat oksigen (aerobik). Ketahanan panas mikroba pun berbeda-beda,
sehingga kebutuhan suhu dan waktu pemanasan untuk membunuhnya akan berbeda untuk jenis mikroba yang berbeda.
Keberadaan mikroorganisme pembusuk
atau patogen dalam makanan kaleng tidak diinginkan, sehingga
pembunuhan atau inaktivasi mikroorganisme menjadi target utama dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi. Oleh
karena itu, menjadi sangat penting memahami jenis dan karakteristik
mikroba, terutama dari kelompok mikroba penyebab kebusukan dan patogen yang
berpotensi tumbuh dalam makanan kaleng. Dalam pengolahan pangan,
biasanya jenis mikroba yang menjadi perhatian utama adalah kelompok kapang, khamir dan
bakteri.
Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan
oleh mikroba pembusuk atau mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang
diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih
bertahan hidup setelah proses pemanasan, atau
karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup proses pemanasannya (under process).
Jenis mikroba yang mengkontaminasi produk yang
mengalami under process lebih mudah ditentukan
berdasarkan pada informasi kondisi proses termal yang dilakukan dan jenis
produk pangan yang diproses, karena mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu. Sedangkan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit ditentukan disebabkan mikroba yang mengkontaminasi dapat
bervariasi. jenis-jenis mikroba yang penting dalam makanan
kaleng serta kerusakan-kerusakan pada makanan kaleng atau
produk yang diproses dengan panas yang disebabkan oleh mikroba.
Struktur dan karakteristik
dari mikroba (kapang, khamir dan bakteri) tidak menjadi pembahasan utama dari Topik ini. Bagi
yang menginginkan informasi yang lebih lengkap tentang hal tersebut dapat
merujuk pada buku-buku mikrobiologi pangan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Mikroba
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh
lingkungannya. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme adalah air, oksigen, suhu dan nilai pH (keasaman).
Air
Semua organisme membutuhkan air untuk
kehidupannya. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan
merupakan alat pengangkut zat gizi ke dalam sel atau hasil metabolit ke luar sel. Semua kegiatan ini
membutuhkan air dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan
membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau
garam, maka air tersebut tidak
dapat digunakan oleh mikroorganisme.
Pengaruh air
terhadap pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan sebagai aktivitas
air (Aw), yaitu jumlah air bebas yang tersedia dan
dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
makanan. Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air
yang berbeda untuk pertumbuhannya. Kebanyakan bakteri dapat
hidup pada Aw>0.90, sedangkan kebanyakan kapang dan khamir
berturut-turut dapat hidup pada Aw>0.70 dan Aw> 0.80. Pada Aw yang
rendah, mikroorganisme akan mati karena sel-sel di
mikroorganisme akan berdifusi ke luar sebagai akibat terjadinya proses
kesetimbangan osmotik. Dengan kata lain, selama konsentrasi solut di luar sel
lebih besar dibanding di dalam sel, maka migrasi air akan terjadi untuk
menyeimbangkan konsentrasi. Migrasi air dari dalam sel menyebabkan sel mati disebabkan
oleh dehidrasi.
Oksigen
Beberapa mikroorganisme memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya, yang disebut mikroorganisme aerobik.
Contoh mikroorganisme aerobik adalah
kapang. Untuk beberapa mikroorganisme lainnya, oksigen bersifat racun. Mikroorganisme ini dinamakan anaerob, seperti Clostridium botulinum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus, kebanyakan khamir dan bakteri lainnya.
kapang. Untuk beberapa mikroorganisme lainnya, oksigen bersifat racun. Mikroorganisme ini dinamakan anaerob, seperti Clostridium botulinum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus, kebanyakan khamir dan bakteri lainnya.
Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan
terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan
mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu:
- Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC,
tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4oC). Kelompok
mikroorganisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah Clostridium
botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe
B dan F.
- Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini
merupakan suhu normal gudang. Clostridium botulinum merupakan
salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
- Termofilik: suhu optimum
kebanyakan termofilik pada suhu 45-60oC. Jika spora bakteri tidak
dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri tersebut disebut obligat
termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66oC atau pada suhu
yang lebih rendah (38oC), bakteri ini
disebut fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil dapat
tumbuh pada suhu 77oC dan bakteri ini sangat
resisten terhadap pemanasan(121oC selama 60 menit). Bakteri
termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan.
Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermophilus
.
Nilai pH
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai
pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan dan masing-masing
biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan organisme
tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5),
dan hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang
dan khamir. Sebagai contoh, kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4.0 dan di
atas 8.0, sedangkan kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan
1.5-11.0, khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Oleh
karena itu, makanan yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin
awet karena semakin sedikit jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh.
Nilai pH atau
keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang
terdapat pada makanan tersebut. Ada di dalam
makanan mungkin secara alamiah, seperti buah-buahan asam, atau terbentuk selama fermentasi, misalnya yoghurt,
pikel, sayur asin, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan
mikroorganisme kadang kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang
terdapat dalam makanan tersebut. Sebagai contoh,
beberapa Laktobasili dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah
jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa
asam asetat atau asam laktat.
Mikroba Penyebab Penyakit
Kebanyakan penyakit pada manusia, hewan dan
tanaman disebabkan oleh mikroorganisme. Penyakit yang disebabkan
oleh mikroorganisme dapat disebabkan oleh mikroorganismenya sendiri
atau oleh senyawa yang dihasilkan
oleh mikroorganisme. Hanya beberapa mikroorganisme yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit dapat terjadi
melalui manusia, hewan ataupun makanan. Mikroorganisme penyebab
penyakit melalui makanan di antaranya adalah Salmonella, Listeria
monocytogenes, Vibrio parahaemolyticus, Bacillus
cereus, Escherchia coli, Campylobacter, Stapylococcus aureus, Clostridium
perfringens, dan Clostridium botulinum. Mikroorganisme patogen yang
berada pada makanan umumnya berasal dari tanah atau air. Sayuran
yang dekat dengan tanah, seperti bayam dan daun daunan lain mengandung bakteri
dan spora bakteri dalam jumlah banyak. Asparagus dan jamur
selalu terkontaminasi dengan spora bakteri. Bakteri C.
botulinum merupakan mikroorganisme yang sering
menjadi target proses termal, terutama untuk produk pangan kelompok
berasam rendah. Bakteri ini sangat berbahaya, karena dapat memproduksi toksin yang mematikan,
yaitu botulin (menyebabkan botulism) dan terdapat pada tanah atau
air sehingga bahan pangan dengan mudah terkontaminasi.
Botulin merupakan toksin yang sangat kuat, satu gram dapat
membunuh 300 ribu orang. Toksinnya termasuk neurotoksin, yaitu
menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Tanda-tanda keracunan botulin adalah tenggorokan menjadi
kaku, penglihatan ganda,
otot kejang, serta dapat mengakibatkan kematian
akibat penderita tidak bisa bernapas. Beberapa
strain C. botulinum bersifat proteolitik dan menyebabkan putrefaktif,
yaitu membentuk bau karena degradasi protein. Spora C.
botulinum akan bergerminasi dengan baik pada
pH di atas 4.8, sehingga dapat tumbuh baik pada produk pangan berasam
rendah. Dalam prakteknya, nilai pH 4.6 digunakan sebagai batas
pH pembeda antara makanan asam dan makanan
asam rendah. Spora C. botulinum dapat ditemukan pada
makanan asam dan asam rendah, akan tetapi pada makanan asam spora
tersebut tidak dapat bergerminasi. Pemanasan sedang dapat membunuh bakteri non-pembentuk spora atau sel
vegetatif pada makanan asam atau asam rendah. Pada
makanan asam rendah, penggunaan panas harus cukup
untuk membunuh spora C. botulinum, sehingga makanan ini
harus dipanaskan dengan menggunakan
tekanan. Bakteri C. botulinum merupakan kelompok bakteri
mesofilik yang sangat penting dalam makanan kaleng. Hal ini karena
kondisi makanan kaleng yang vakum sangat cocok bagi pertumbuhan
bakteri C. Botulinum, karena sifatnya yang anaerobik (hidup baik
pada kondisi tidak ada oksigen). Perhatian utama diberikan untuk
makanan kaleng berasam rendah (pH>4.6) dan memiliki aktivitas
air tinggi (aw> 0.9), karena C.botulinum tumbuh baik
pada kondisi pH dan Aw tersebut. C. botulinum tumbuh baik
pada suhu 30-37oC (kondisi penyimpanan ruang atau gudang), walaupun
dapat tumbuh pada suhu 10 dan
38oC. Berdasarkan peraturan FDA, makanan dengan Aw lebih
besar dari 0.85 dan pH lebih besar dari 4.6 dikelompokkan
sebagai makanan berasam rendah, dan apabila akan
dikalengkan (kondisi vakum tercapai) dan disimpan pada
suhu ruang, maka produk pangan tersebut harus diproses dengan
sterilisasi. Dalam hal proses sterilisasi tidak dapat diterapkan
pada makanan berasam rendah, maka
penghambatan C. botulinum dapat dilakukan dengan memanipulasi
kondisi pH dengan proses pengasaman, penurunan aktivitas air atau penambahan
garam. Germinasi spora C. botulinum dapat dihambat dengan
proses pengasaman dimana pH produk pangan sehingga berada di
bawah 4.6. Karena dalam makanan asam hanya sel vegetatif yang perlu
dibunuh,maka penggunaan suhu seperti untuk mendidihkan air,
atau pengemasan dalam keadaan panas (hot
filling) dapat dilakukan. Germinasi spora C.
botulinum dapat dihambat dengan menurunkan Aw di bawah
0.93. FDA mensyaratkan Aw<0.85 untuk mengeluarkan
produk pangan dari kelompok berasam rendah.
Apabila makanan yang Awnya diturunkan sampai pada Aw dimana spora tidak dapat bergerminasi,
maka pemanasan hanya ditujukan untuk membunuh sel vegetatif. Penurunan Aw berguna
bagi makanan yang kualitasnya sensitif terhadap pemanasan,
misalnya keju oles, peanut butter, madu, sirup, jam, jelly dan
produk coklat. Jika Aw makanan yang
tidak mengandung daging diturunkan menjadi 0.85 atau
lebih rendah, maka tidak memerlukan proses pemanasan yang
digunakan untuk membunuh spora C. botulinum. Pada
Aw yang rendah, bakteri akan mati karena
sel-sel mikroorganisme akan berdifusi keluar sebagai akibat
terjadinya proses kesetimbangan osmotik.
Penurunan Aw sampai 0.93dikombinasikan
dengan pasteurisasi menghasilkan produk steril komersial. Akan tetapi praktek
ini harus ditunjang oleh prosedur pengukuran Aw yang akurat. Selain
itu, faktor kritis dalam pengaturan Aw sebagai salah satu metode
pengawetan adalah ingredien yang digunakan untuk menurunkan
Aw tersebut serta jumlahnya dalam produk akhir. Oleh karena
itu, pengawasan harus dilakukan sejak persiapan produk dan pencapaian
suhu yang diterapkan pada proses sterilisasi
produk akhir. Selain itu, pengujian Aw contoh produk akhir harus
dilakukan secara reguler untuk menjamin bahwa penurunan Aw telah
mencapai nilai yang diinginkan. Germinasi spora C.
botulinum dapat juga dihambat dengan penggunaan garam, terutama pada produk daging dan ikan kuring
yang menggunakan garam nitrat/nitrit selain NaCl. Proses penggaraman
adalah untuk meningkatkan konsentrasi solut di luar sel
sehingga lebih besar dibanding di dalam sel. Adanya konsentrasi solut
yang lebih tinggi di luar sel mengakibatkan migrasi air
dari dalam sel untuk menyeimbangkan konsentrasi. Migrasi
air dari dalam sel menyebabkan sel bakteri
mati disebabkan oleh dehidrasi. Beberapa strain C. botulinum mampu
tumbuh pada kadar garam 7%, akan tetapi strain ini terhambat
pada kadar garam 10% yang setara dengan aw 0.93. Walaupun
dapat tumbuh pada kadar garam 7%, tetapi C. botulinum tidak memproduksi
toksin.
Mikroba Penyebab Kebusukan Makanan Kaleng
Kebusukan makanan kaleng
dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Tanda-tanda
kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari
(a) penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah
atau label yang luntur),
(b) penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang;
(b) penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang;
(c) produk hancur dan pucat; dan
(d) keruh atau tanda-tanda abnormal lain pada produk
cair. Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab
kerusakan yang utama.
Kerusakan oleh kapang
Kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang
luas, yaitu 1.5-11.0. Kebanyakan kapang dapat hidup pada
aw> 0.70. Kebusukan makanan
kaleng yang disebabkan oleh kapang sangat
jarang terjadi, tetapi mungkin saja
terjadi. Kebanyakan kapang tidak tahan panas sehingga
adanya kapang pada makanan kaleng disebabkan oleh
kurangnya pemanasan (under process) atau karena terjadi kontaminasi
setelah proses. Kapang memerlukan oksigen untuk tumbuh sehingga pertumbuhan
pada kaleng hanya mungkin terjadi apabila kaleng bocor. Kapang
lebih tahan asam, sehingga kapang terutama membusukkan makanan asam,
seperti buah-buahan asam dan minuman asam. Kapang
seperti Bysochamys fulva, Talaromyces flavus, Neosartorya
fischeri dan lain-lain telah diketahui sebagai penyebab
kebusukan minuman sari buah kaleng dan produk-produk yang mengandung
buah. Spora kapang-kapang ini ternyata mampu bertahan pada
pemanasan yang digunakan untuk mengawetkan produk tersebut.
Spora kapang ini tahan terhadap pemanasan selama 1 menit pada 92oC dalam
kondisi asam atau pada makanan yang diasamkan. Akan tetapi
untuk mencapai konsistensi yang seperti ini, kapang tersebut
memerlukan waktu untuk membentuk spora, sehingga sanitasi sehari-hari terhadap
peralatan sangat penting untuk mencegah pertumbuhan kapang ini
dan pembentukan sporanya. Pada umumnya kapang yang tumbuh pada makanan
yang diolah dengan panas tidak menyebabkan penyakit pada
manusia.
Khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5.
Namun kebanyakan khamir lebih cocok tumbuh pada kondisi asam, yaitu
pada pH 4-4.5, sehingga kerusakan oleh khamir lebih mungkin terjadi
pada produk-produk asam. Kebanyakan khamir dapat hidup pada aw>0.80. Suhu
lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 25-30oC dan suhu
maksimum 35-47oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0oC atau
lebih rendah. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, tetapi khamir fermentatif dapat
tumbuh secara anaerobik meskipun lambat. Khamir hanya sedikit resisten
terhadap pemanasan, dimana kebanyakan khamir dapat terbunuh pada suhu
77oC. Oleh karena itu, khamir dapat dengan mudah dibunuh
dengan suhu pasteurisasi. Jika makanan kaleng busuk karena
pertumbuhan khamir, maka dapat diduga pemanasan makanan tersebut
tidak cukup atau kaleng telah bocor. Pada umumnya kebusukan
karena khamir disertai dengan pembentukan alkohol dan gas
CO2 yang menyebabkan kaleng menjadi kembung. Khamir dapat membusukkan
buah kaleng, jam dan jelly serta dapat menggembungkan kaleng karena produksi
CO2. Seperti halnya kapang, khamir yang tumbuh pada makanan yang
diolah dengan pemanasan tidak menyebabkan penyakit pada
manusia.
Kerusakan oleh bakteri
Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw>0.90,
sehingga kerusakan oleh bakteri terutama terjadi pada
produk-produk yang berkadar air tinggi. Beberapa bakteri
memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, yang disebut bakteri
aerobik. Untuk beberapa bakteri lainnya, oksigen bersifat
racun. Bakteri ini dinamakan anaerob. Contoh bakteri yang
bersifat anaerobik adalah Clostridium. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh
pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut
fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus.
jenis bakteri pembentuk spora yang dapat menyebabkan
kerusakan makanan berdasarkan suhu pertumbuhan dan tingkat keasaman bahan
pangan.
Tingkat Keasamanan Pangan Kelompok
bakteri Asam (3.7<pH<4.5 Asam Rendah (pH≥4.5)
Termofilik (35-55oC) B. coagulans S
thermophilus C. thermosaccharolyticum C. nigrificans B.
stearothermophilus Mesofilik (10-40oC) L. bulgaricus C.
butyricum C. pasteurianum B. mascerans C.
botulinum (A dan B) C. sporogenes C.licheniformis B.subtilis Psikrofilik (<5 – 35oC) B.
polymixa Pseudomonas Micrococcus C. botulinum E S. aureus Suhu
merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan
dan kehidupan bakteri. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, bakteri dapat dibedakan atas
tiga grup, yaitu:
1.Psikrotropik: suhu
optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu
refrigerator (4oC). Kelompok
bakteri psikotropik yang penting pada makanan
kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain
non-proteolitik tipe B dan F.
2. Mesofilik: suhu
optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang. Clostridium
botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok
ini.
3.Termofilik: suhu
optimum kebanyakan termofilik adalah 45-60oC. Jika spora bakteri
tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri
tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada
kisaran suhu 50-66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC),bakteri
ini disebut fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil
dapat tumbuh pada suhu 77oC
dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama
60 menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin
selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari
kelompok ini adalah Bacillus stearothermo-philus.
Pertumbuhan bakteri ditentukan oleh kondisi
pH lingkungannya. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan
lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir, yaitu antara 4.0 8.0. Kebanyakan bakteri
tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4.0 dan di atas
8.0. Makanan yang mempunyai pH <4.0 akan semakin awet karena
praktis bakteri tidak dapat tumbuh. Nilai pH atau
keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang
terdapat pada makanan tersebut. Keasaman ada di dalam
makanan dapat terjadi secara alamiah, misalnya pada buah-buahan
asam; atau terbentuk selama fermentasi, misalnya yoghurt, pikel, sayur
asin, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan
mikroorganisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam
yang terdapat dalam makanan tersebut. Sebagai contoh,
beberapa Laktobasili dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah
jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa asam asetat
atau asam laktat. Bakteri dapat berbentuk sel vegetatif atau sel
sporanya. Pada umumnya sel vegetatif bakteri lebih sensitif terhadap
panas dibanding sel sporanya, sehingga sel vegetatif bakteri lebih mudah
dihancurkan dibandingkan sel sporanya. Sel vegetatif bakteri dapat
dihancurkan dengan proses pasteurisasi, sedangkan sel spora umumnya dapat
dihancurkan dengan proses sterilisasi. Pembentukan spora bakteri adalah salah
satu tahap istirahat dalam siklus kehidupan bakteri. Spora bakteri adalah
struktur tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim, misalnya
keadaan kering, pemanasan, keadaan asam, dsb. Beberapa spora
bakteri tahan pada suhu air mendidih (100oC) selama 16jam. Spora
yang tahan panas juga tahan terhadap perlakuan kimia. Beberapa
spora bakteri tahan lebih dari tiga jam dalam larutan disinfektan
yang biasa digunakan di industri pangan.
Bakteri yang tidak membentuk spora atau sel vegetatif dengan mudah dapat diinakti-asi dengan sanitiser. Kebanyakan bakteri yang tumbuh pada makanan kaleng akan membentuk gas, kecuali bakteri non-pembentuk spora penyebab flat-sour (busuk asam, tanpa memproduksi gas). Indikator yang jelas kebusukan makanan kaleng adalah kembungnya kaleng pada satu sisi atau kedua sisi.
Bakteri yang tidak membentuk spora atau sel vegetatif dengan mudah dapat diinakti-asi dengan sanitiser. Kebanyakan bakteri yang tumbuh pada makanan kaleng akan membentuk gas, kecuali bakteri non-pembentuk spora penyebab flat-sour (busuk asam, tanpa memproduksi gas). Indikator yang jelas kebusukan makanan kaleng adalah kembungnya kaleng pada satu sisi atau kedua sisi.
Hal ini merupakan
petunjuk bahwa makanan tersebut telah mengalami kebusukan karena
pertumbuhan bakteri pembentuk gas. Penampakan dan bau makanan
juga merupakan petunjuk kebusukan. Jika produk hancur atau sirup atau
larutan garam yang seharusnya bening telah menjadi keruh, keadaan ini
merupakan petunjuk telah terjadi kebusukan. Jenis-jenis bakteri
yang dapat menyebabkan kerusakan makanan kaleng adalah
sebagai berikut:
(1) Bakteri termofilik
Bakteri termofilik, seperti Bacillus
stearothermophilus menyebabkan busuk asam (flat sour) pada
makanan kaleng berasam rendah dan B. coagulans pada makanan
kaleng asam. Bakteri termofil lainnya, yaitu Clostridium
thermosaccharolyticum menyebabkan penggembungan kaleng karena
memproduksi CO2 dan H2. Kebusukan sulfida
disebabkan oleh Clostridium nigridicans.
Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan
bakteri, resistensi terhadap pemanasan semakin tinggi. Dengan
demikian bakteri termofil lebih resisten terhadap pemanasan dari pada
bakteri mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk membunuh spora mesofil
mungkin saja tidak cukup untuk mencegah
terjadinya kebusukan oleh spora termofil, kecuali jika makanan
tersebut disimpan pada suhu di bawah termofil. Untuk produk produk makanan, seperti
kacang polong, jagung, makanan bayi dan
daging yang beresiko busuk karena
termofil, para pengolah makanan harus ekstra hati-hati dalam mencegah
terjadinya kebusukan karena germinasi dan pertumbuhan spora
termofil. Bahan bahan yang digunakan seperti gula,
tepung dan rempah-rempah harus terbebas dari spora termofil.
Bakteri termofil juga dapat tumbuh pada
peralatan yang kontak langsung dengan makanan, sehingga makanan
harus dipertahankan pada suhu 77oC atau lebih tinggi lagi
untuk mencegah pertumbuhan termofil. Selain itu, produk harus segera didinginkan sampai
suhu di bawah 41oC setelah sterilisasi dan
menyimpan produk ini di bawah suhu 35oC. Bacillus
stearothermophilus, B. thermoacidurans, dan C.
thermosaccarolyticum merupakan anggota kelompok bakteri termofilik
(50-55oC) yang lebih tahan panas dibanding C. botulinum. Dalam
proses pengalengan, bakteri ini tidak menjadi target
proses, karena suhu penyimpanan
makanan kaleng umumnya di bawah suhu 30oC.
(2) Bakteri mesofilik pembentuk spora
Spesies Clostridium yang memfermentasi gula,
misalnya C. Pasteurianum dan C. Butyricum
memproduksi asam butirat,
CO2 dan H2 dan menyebabkan penggembungan kaleng. Bakteri
ini dapat ditemukan pada makanan kaleng asam seperti tomat,
nenas dan buah pir. Spesies yang lain, seperti C. sporogenes, C. putrefaciens dan C.
botulinum menyebabkan kebusukan sulfida dan penggembungan kaleng. Bakteri ini
dapat membusukkan makanan kaleng asam rendah, seperti
jagung, daging, daging unggas dan ikan.
Resistensi
spora Bacillus mesofil tidak sebesar spora termofilnya. B. subtilis, B.mesenteriicus, B. polymixa dan B. macerans telah dilaporkan
tumbuh pada makanan kaleng asam rendah. Keberadaan bakteri ini
pada makanan kaleng menunjukkan kurangnya proses pemanasan atau telah terjadi
kebocoran kaleng.
(3) Bakteri non-pembentuk spora
Jika bakteri non-pembentuk spora ditemukan pada
makanan kaleng, hal ini menunjukkan bahwa makanan tersebut
diolah dengan pemanasan yang sangat ringan atau telah terjadi kebocoran kaleng.
Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah mikrokoki dan bakteri
asam laktat. Pada susu kental manis, pertumbuhan Micrococcus dapat menyebabkan
susu menjadi lebih kental. Kebusukan makanan kaleng oleh bakteri dapat disebabkan oleh
salah satu penyebab di bawah ini:
(a) Incipient spoilage
Makanan yang telah dimasukkan ke dalam
kaleng sering kali dibiarkan
terlalu
lama sebelum disterilisasi. Kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya
pertumbuhan bakteri yang terdapat pada makanan dan menyebabkan dimulainya
kebusukan. Kehilangan vakum dapat menyebabkan tekanan yang tinggi pada
kaleng selama sterilisasi dan dapat menyebabkan kaleng kebocoran kaleng.
pertumbuhan bakteri yang terdapat pada makanan dan menyebabkan dimulainya
kebusukan. Kehilangan vakum dapat menyebabkan tekanan yang tinggi pada
kaleng selama sterilisasi dan dapat menyebabkan kaleng kebocoran kaleng.
Beberapa kaleng bahkan dapat pecah selama
sterilisasi.
(b) Kontaminasi setelah pengolahan
Kontaminasi setelah pengolahan terjadi karena adanya
kebocoran kaleng yang disebabkan oleh penutupan yang kurang sempurna,
kerusakan kaleng atau air pendingin yang terkontaminasi dalam jumlah
besar. Berbagai jenis mikro organisme, tidak hanya yang tahan panas, dapat
ditemukan dalam kaleng jika kaleng mengalami kebocoran.
(c) Kurang cukup pemanasan
(under process)
Pemanasan untuk makanan kaleng seharusnya
dapat membunuh semua mikroorganisme penyebab
penyakit dan pembusuk. Pemanasan yang tidak
cukup dapat disebabkan oleh:
(a)
tidak diikutinya waktu atau
suhu yang telah ditetapkan
atau tidak ditentukannya suhu dan waktu pemanasan dengan baik; dan
atau tidak ditentukannya suhu dan waktu pemanasan dengan baik; dan
(b)
kerusakan mekanik atau
kesalahan manusia.
(d) Kerusakan termofilik
Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya tidak
membunuh bakteri termofilik (lihat pembahasan di atas).
Apabila proses pendinginan setelah proses sterilisasi terlalu lambat
atau produk disimpan pada suhu penyimpanan di atas normal dimana
bakteri termofilik dapat tumbuh, maka makanan
kaleng dapat rusak oleh bakteri termofilik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar