Kamis, 19 Januari 2012

ASPEK MIKROBIOLOGI PANGAN

ASPEK MIKROBIOLOGI PANGAN

Mikroorganisme tersebar luas di alam dan sebagai akibatnya produk  pangan jarang sekali yang steril, tetapi umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Pengawetan pangan merupakan usaha untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan. 
Untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber nitrogen, vitamin, mineral dan faktor pertumbuhan lainnya. Komponen-komponen tersebut diperoleh mikroba dari bahan pangan, sehingga makanan menjadi rusak. Untuk pertumbuhannya, kapang mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling minimal, diikuti dengan khamir, kemudian bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positif mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling lengkap. Disamping komponen zat gizi yang diperlukan tersebut, kondisi lingkungan yang sesuai, seperti keberadaan air bebas (aktivitas air), pH, oksigen, dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan mikroba. 
             Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka mikroba pun tidak dapat hidup. Di dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi, tujuan utama yang diinginkan adalah untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan, terutama mikroba pembusuk dan patogen. Agar proses pemanasan dapat menjamin mikroba
target dibunuh, maka perlu pengetahuan tentang sifat-sifat mikroorganisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Mikroba yang berbeda akan tumbuh di dalam produk pangan yang berbeda dari tingkat keasaman, kandungan  air, atau komposisi zat gizinya. Karena mikroba mempunyai toleransi yang berbeda terhadap keberadaan oksigen, maka terdapat mikroba yang dapat tumbuh pada produk pangan yang dikemas dalam kondisi vakum (anaerobik) atau terdapat oksigen (aerobik). Ketahanan panas mikroba pun berbeda-beda, sehingga kebutuhan suhu dan waktu pemanasan untuk membunuhnya akan berbeda untuk jenis mikroba yang berbeda.  
           Keberadaan mikroorganisme pembusuk atau patogen dalam makanan kaleng tidak diinginkan, sehingga pembunuhan atau inaktivasi mikroorganisme menjadi target utama dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi. Oleh karena itu, menjadi sangat penting memahami jenis dan karakteristik mikroba, terutama dari kelompok mikroba penyebab kebusukan dan patogen yang berpotensi tumbuh dalam makanan kaleng. Dalam pengolahan pangan, biasanya jenis mikroba yang menjadi perhatian utama adalah kelompok kapang, khamir dan bakteri. 
              Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup proses pemanasannya (under process).
            Jenis mikroba yang mengkontaminasi produk yang mengalami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan pada informasi kondisi proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan yang diproses, karena  mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu. Sedangkan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit ditentukan disebabkan mikroba yang mengkontaminasi dapat bervariasi. jenis-jenis mikroba yang  penting dalam  makanan  kaleng serta kerusakan-kerusakan pada makanan kaleng atau produk yang diproses dengan panas yang disebabkan oleh mikroba. Struktur dan karakteristik dari mikroba (kapang, khamir dan bakteri) tidak menjadi pembahasan utama dari Topik ini. Bagi yang menginginkan informasi yang lebih lengkap tentang hal tersebut dapat merujuk pada buku-buku mikrobiologi pangan. 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba 
            Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh lingkungannya. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah air, oksigen, suhu dan nilai pH (keasaman).  

Air 
          Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi ke dalam sel atau hasil metabolit ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. 
         Pengaruh air terhadap pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan sebagai aktivitas air (Aw), yaitu  jumlah air bebas yang  tersedia dan dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan. Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Kebanyakan bakteri dapat hidup pada Aw>0.90, sedangkan kebanyakan kapang dan khamir berturut-turut dapat hidup pada Aw>0.70 dan Aw> 0.80. Pada Aw yang rendah, mikroorganisme akan mati karena sel-sel di mikroorganisme akan berdifusi ke luar sebagai akibat terjadinya proses kesetimbangan osmotik. Dengan kata lain, selama konsentrasi solut di luar sel lebih besar dibanding di dalam sel, maka migrasi air akan terjadi untuk menyeimbangkan konsentrasi. Migrasi air dari dalam sel menyebabkan sel mati disebabkan oleh dehidrasi. 

Oksigen 
          Beberapa mikroorganisme memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, yang disebut mikroorganisme aerobik. Contoh mikroorganisme aerobik adalah
kapang. Untuk beberapa mikroorganisme lainnya, oksigen bersifat racun. Mikroorganisme ini dinamakan anaerob, seperti Clostridium botulinum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus, kebanyakan khamir dan bakteri lainnya. 

Suhu 
           Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu: 
  1. Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4oC). Kelompok mikroorganisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan F. 
  2. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang. Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini. 
  3. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik pada suhu 45-60oC. Jika spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan(121oC selama 60 menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermophilus
Nilai pH 
            Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan organisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir. Sebagai contoh, kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4.0 dan di atas 8.0, sedangkan kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-11.0, khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh. 
            Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat pada makanan tersebut. Ada di dalam makanan mungkin secara alamiah, seperti buah-buahan asam, atau terbentuk selama fermentasi, misalnya yoghurt, pikel, sayur asin, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan mikroorganisme kadang kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang terdapat dalam makanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa Laktobasili dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa asam asetat atau asam laktat. 

Mikroba Penyebab Penyakit 
            Kebanyakan penyakit pada manusia, hewan dan tanaman disebabkan oleh mikroorganisme. Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat disebabkan oleh mikroorganismenya sendiri atau oleh senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Hanya beberapa mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia. Penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit dapat terjadi melalui manusia, hewan ataupun makanan. Mikroorganisme penyebab penyakit melalui makanan di antaranya adalah Salmonella, Listeria monocytogenes, Vibrio parahaemolyticus, Bacillus cereus, Escherchia coli, Campylobacter, Stapylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum. Mikroorganisme patogen yang berada pada makanan umumnya berasal dari tanah atau air. Sayuran yang dekat dengan tanah, seperti bayam dan daun daunan lain mengandung bakteri dan spora bakteri dalam jumlah banyak. Asparagus dan jamur selalu terkontaminasi dengan spora bakteri. Bakteri C. botulinum  merupakan mikroorganisme yang sering menjadi target proses termal, terutama untuk produk pangan kelompok berasam rendah. Bakteri ini sangat berbahaya, karena dapat memproduksi toksin yang mematikan, yaitu botulin (menyebabkan botulism) dan terdapat pada tanah atau air sehingga bahan pangan dengan mudah terkontaminasi. Botulin merupakan toksin yang sangat kuat, satu gram dapat membunuh 300 ribu orang. Toksinnya termasuk neurotoksin, yaitu menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Tanda-tanda keracunan botulin adalah tenggorokan menjadi kaku, penglihatan ganda, otot kejang, serta dapat mengakibatkan kematian akibat penderita tidak bisa bernapas. Beberapa strain C. botulinum bersifat proteolitik dan menyebabkan putrefaktif, yaitu membentuk bau karena degradasi protein. Spora C. botulinum akan bergerminasi dengan baik pada pH di atas 4.8, sehingga dapat tumbuh baik pada produk pangan berasam rendah. Dalam prakteknya, nilai pH 4.6 digunakan sebagai batas pH pembeda antara makanan asam dan makanan asam rendah. Spora C. botulinum dapat ditemukan pada makanan asam dan asam rendah, akan tetapi pada makanan asam spora tersebut tidak dapat bergerminasi. Pemanasan sedang dapat membunuh bakteri non-pembentuk spora atau sel vegetatif pada makanan asam atau asam rendah. Pada makanan asam rendah, penggunaan panas harus cukup untuk membunuh spora C. botulinum, sehingga makanan ini harus dipanaskan dengan menggunakan tekanan. Bakteri C. botulinum merupakan kelompok bakteri mesofilik yang sangat penting dalam makanan kaleng. Hal ini karena kondisi makanan kaleng yang vakum sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri C. Botulinum, karena sifatnya yang anaerobik (hidup baik pada kondisi tidak ada oksigen). Perhatian utama diberikan untuk makanan kaleng berasam rendah (pH>4.6) dan memiliki aktivitas air tinggi (aw> 0.9), karena C.botulinum tumbuh baik pada kondisi pH dan Aw tersebut. C. botulinum tumbuh baik pada suhu 30-37oC (kondisi penyimpanan ruang atau gudang), walaupun dapat tumbuh pada suhu 10 dan 38oC. Berdasarkan peraturan FDA, makanan dengan Aw lebih besar dari 0.85 dan pH lebih besar dari 4.6 dikelompokkan sebagai makanan berasam rendah, dan apabila akan dikalengkan (kondisi vakum tercapai) dan disimpan pada suhu ruang, maka produk pangan tersebut harus diproses dengan sterilisasi. Dalam hal proses sterilisasi tidak dapat diterapkan pada makanan berasam rendah, maka penghambatan C. botulinum dapat dilakukan dengan memanipulasi kondisi pH dengan proses pengasaman, penurunan aktivitas air atau penambahan garam. Germinasi spora C. botulinum dapat dihambat dengan proses pengasaman dimana pH produk pangan sehingga berada di bawah 4.6. Karena dalam makanan asam hanya sel vegetatif yang perlu dibunuh,maka penggunaan suhu seperti untuk mendidihkan air, atau pengemasan dalam keadaan panas (hot filling) dapat dilakukan. Germinasi spora C. botulinum dapat dihambat dengan menurunkan Aw di bawah 0.93. FDA mensyaratkan Aw<0.85 untuk mengeluarkan produk pangan dari kelompok berasam rendah. Apabila makanan yang Awnya diturunkan sampai pada Aw dimana spora tidak dapat bergerminasi, maka pemanasan hanya ditujukan untuk membunuh sel vegetatif. Penurunan Aw berguna bagi makanan yang kualitasnya sensitif terhadap pemanasan, misalnya keju oles, peanut butter, madu, sirup, jam, jelly dan produk coklat. Jika Aw makanan yang tidak mengandung daging diturunkan menjadi 0.85 atau lebih rendah, maka tidak memerlukan proses pemanasan yang digunakan untuk membunuh spora C. botulinum. Pada Aw yang rendah, bakteri akan mati karena sel-sel mikroorganisme akan berdifusi keluar sebagai akibat terjadinya proses kesetimbangan osmotik. 
         Penurunan Aw sampai 0.93dikombinasikan dengan pasteurisasi menghasilkan produk steril komersial. Akan tetapi praktek ini harus ditunjang oleh prosedur pengukuran Aw yang akurat. Selain itu, faktor kritis dalam pengaturan Aw sebagai salah satu metode pengawetan adalah ingredien yang digunakan untuk menurunkan Aw tersebut serta jumlahnya dalam produk akhir. Oleh karena itu, pengawasan harus dilakukan sejak persiapan produk dan pencapaian suhu yang diterapkan pada proses sterilisasi produk akhir. Selain itu, pengujian Aw contoh produk akhir harus dilakukan secara reguler untuk menjamin bahwa penurunan Aw telah mencapai nilai yang diinginkan. Germinasi spora C. botulinum dapat juga dihambat dengan penggunaan garam, terutama pada produk daging dan ikan kuring yang menggunakan garam nitrat/nitrit selain NaCl. Proses penggaraman adalah untuk meningkatkan konsentrasi solut di luar sel sehingga lebih besar dibanding di dalam sel. Adanya konsentrasi solut yang lebih tinggi di luar sel mengakibatkan migrasi air dari dalam sel untuk menyeimbangkan konsentrasi. Migrasi air dari dalam sel menyebabkan sel bakteri mati disebabkan oleh dehidrasi. Beberapa strain C. botulinum mampu tumbuh pada kadar garam 7%, akan tetapi strain ini terhambat pada kadar garam 10% yang setara dengan aw 0.93. Walaupun dapat tumbuh pada kadar garam 7%, tetapi C. botulinum tidak memproduksi toksin.  

Mikroba Penyebab Kebusukan Makanan Kaleng 
         Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Tanda-tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari
(a) penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur),
(b) penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang; 
(c) produk hancur dan pucat; dan 
(d) keruh atau tanda-tanda abnormal lain pada produk cair. Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab kerusakan yang utama.  

Kerusakan oleh kapang 
          Kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang luas, yaitu 1.5-11.0. Kebanyakan kapang dapat hidup pada aw> 0.70. Kebusukan makanan kaleng yang disebabkan oleh kapang sangat jarang terjadi, tetapi mungkin saja terjadi. Kebanyakan kapang tidak tahan panas sehingga adanya kapang pada makanan  kaleng disebabkan oleh kurangnya pemanasan (under process) atau karena terjadi kontaminasi setelah proses. Kapang memerlukan oksigen untuk tumbuh sehingga pertumbuhan pada kaleng hanya mungkin terjadi apabila kaleng bocor. Kapang lebih tahan asam, sehingga kapang terutama membusukkan makanan asam, seperti buah-buahan asam dan minuman asam. Kapang seperti Bysochamys fulva, Talaromyces flavus, Neosartorya fischeri dan lain-lain telah diketahui sebagai penyebab kebusukan minuman sari buah kaleng dan produk-produk yang mengandung buah. Spora kapang-kapang ini ternyata mampu bertahan pada pemanasan yang digunakan untuk mengawetkan produk tersebut. Spora kapang ini tahan terhadap pemanasan selama 1 menit pada 92oC dalam kondisi asam atau pada makanan yang diasamkan. Akan tetapi untuk mencapai konsistensi yang seperti ini, kapang tersebut memerlukan waktu untuk membentuk spora, sehingga sanitasi sehari-hari terhadap peralatan sangat penting untuk mencegah pertumbuhan kapang ini dan pembentukan sporanya. Pada umumnya kapang yang tumbuh pada makanan yang diolah dengan panas tidak menyebabkan penyakit pada manusia. 

 Kerusakan oleh khamir 
           Khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Namun kebanyakan khamir lebih cocok tumbuh pada kondisi asam, yaitu pada pH 4-4.5, sehingga kerusakan oleh khamir lebih mungkin terjadi pada produk-produk asam. Kebanyakan khamir dapat hidup pada aw>0.80. Suhu lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 25-30oC dan suhu maksimum 35-47oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0oC atau lebih rendah. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, tetapi khamir fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat. Khamir hanya sedikit resisten terhadap pemanasan, dimana kebanyakan khamir dapat terbunuh pada suhu 77oC. Oleh karena itu, khamir dapat dengan mudah dibunuh dengan suhu pasteurisasi. Jika makanan kaleng busuk karena pertumbuhan khamir, maka dapat diduga pemanasan makanan tersebut tidak cukup atau kaleng telah bocor. Pada umumnya kebusukan karena khamir disertai dengan pembentukan alkohol dan gas CO2 yang menyebabkan kaleng menjadi kembung. Khamir dapat membusukkan buah kaleng, jam dan jelly serta dapat menggembungkan kaleng karena produksi CO2. Seperti halnya kapang, khamir yang tumbuh pada makanan yang diolah dengan pemanasan tidak menyebabkan penyakit pada manusia. 

Kerusakan oleh bakteri 
         Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw>0.90, sehingga kerusakan oleh bakteri terutama terjadi pada produk-produk yang berkadar air tinggi. Beberapa bakteri memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, yang disebut bakteri aerobik. Untuk beberapa bakteri lainnya, oksigen bersifat racun. Bakteri ini dinamakan anaerob. Contoh bakteri yang bersifat anaerobik adalah Clostridium. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus. 
jenis bakteri pembentuk spora yang dapat menyebabkan kerusakan makanan berdasarkan suhu pertumbuhan dan tingkat keasaman bahan pangan. 

Tingkat Keasamanan Pangan Kelompok bakteri Asam (3.7<pH<4.5 Asam Rendah (pH4.5) 
         Termofilik (35-55oC) B. coagulans S thermophilus C. thermosaccharolyticum C. nigrificans B. stearothermophilus Mesofilik (10-40oC) L. bulgaricus C. butyricum C.pasteurianum B. mascerans C. botulinum (A dan B) C. sporogenes C.licheniformis B.subtilis Psikrofilik (<5 – 35oC) B. polymixa Pseudomonas Micrococcus C. botulinum E S. aureus Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan bakteri. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, bakteri dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu: 
1.Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4oC). Kelompok bakteri psikotropik yang penting pada makanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan F. 
2. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang. Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini. 
3.Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik adalah 45-60oC. Jika spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC),bakteri ini disebut fakultatif  termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh  pada suhu 77oC dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60 menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermo-philus. 
         Pertumbuhan bakteri ditentukan oleh kondisi pH lingkungannya. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir, yaitu antara 4.0 8.0. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4.0 dan di atas 8.0. Makanan yang mempunyai pH <4.0 akan semakin awet karena praktis bakteri tidak dapat tumbuh. Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat pada makanan tersebut. Keasaman ada di dalam makanan dapat terjadi secara alamiah, misalnya pada buah-buahan asam; atau terbentuk selama fermentasi, misalnya yoghurt, pikel, sayur asin, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan mikroorganisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang terdapat dalam makanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa Laktobasili dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa asam asetat atau asam laktat. Bakteri dapat berbentuk sel vegetatif atau sel sporanya. Pada umumnya sel vegetatif bakteri lebih sensitif terhadap panas dibanding sel sporanya, sehingga sel vegetatif bakteri lebih mudah dihancurkan dibandingkan sel sporanya. Sel vegetatif bakteri dapat dihancurkan dengan proses pasteurisasi, sedangkan sel spora umumnya dapat dihancurkan dengan proses sterilisasi. Pembentukan spora bakteri adalah salah satu tahap istirahat dalam siklus kehidupan bakteri.   Spora bakteri adalah struktur tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim, misalnya keadaan kering, pemanasan, keadaan asam, dsb. Beberapa spora bakteri tahan pada suhu air mendidih (100oC) selama 16jam. Spora yang tahan panas juga tahan terhadap perlakuan kimia. Beberapa spora bakteri tahan lebih dari tiga jam dalam larutan disinfektan yang biasa digunakan di industri pangan.
        Bakteri yang tidak membentuk spora atau sel vegetatif dengan mudah dapat diinakti-asi dengan sanitiser. Kebanyakan bakteri yang tumbuh pada makanan kaleng akan membentuk gas, kecuali bakteri non-pembentuk spora penyebab flat-sour (busuk asam, tanpa memproduksi gas). Indikator yang jelas kebusukan makanan kaleng adalah kembungnya kaleng pada satu sisi atau kedua sisi. 
         Hal ini merupakan petunjuk bahwa makanan tersebut telah mengalami kebusukan karena pertumbuhan bakteri pembentuk gas. Penampakan dan bau makanan juga merupakan petunjuk kebusukan. Jika produk hancur atau sirup atau larutan garam yang seharusnya bening telah menjadi keruh, keadaan ini merupakan petunjuk telah terjadi kebusukan. Jenis-jenis bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan makanan kaleng adalah sebagai berikut: 

(1) Bakteri termofilik  
            Bakteri termofilik, seperti Bacillus stearothermophilus menyebabkan busuk asam (flat sour) pada makanan kaleng berasam rendah dan B. coagulans pada makanan kaleng asam. Bakteri termofil lainnya, yaitu Clostridium thermosaccharolyticum menyebabkan penggembungan kaleng karena memproduksi CO2 dan H2. Kebusukan sulfida disebabkan oleh Clostridium nigridicans. 
Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi terhadap pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri termofil lebih resisten terhadap pemanasan dari pada bakteri mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk membunuh spora mesofil mungkin saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya kebusukan oleh spora termofil, kecuali jika makanan tersebut disimpan pada suhu di bawah termofil. Untuk produk produk makanan, seperti kacang polong, jagung, makanan bayi dan daging yang beresiko busuk karena termofil, para pengolah makanan harus ekstra hati-hati dalam mencegah terjadinya kebusukan karena germinasi dan pertumbuhan spora termofil. Bahan bahan yang digunakan seperti gula, tepung dan rempah-rempah harus terbebas dari spora termofil. 
Bakteri termofil juga dapat tumbuh pada peralatan yang kontak langsung dengan makanan, sehingga makanan harus dipertahankan pada suhu 77oC atau lebih tinggi lagi untuk mencegah pertumbuhan termofil. Selain itu, produk harus segera didinginkan sampai suhu di bawah 41oC setelah sterilisasi dan menyimpan produk ini di bawah suhu 35oC. Bacillus stearothermophilus, B. thermoacidurans, dan C. thermosaccarolyticum  merupakan anggota kelompok bakteri termofilik (50-55oC) yang lebih tahan panas dibanding C. botulinum. Dalam proses pengalengan, bakteri ini tidak menjadi target proses, karena suhu penyimpanan makanan kaleng umumnya di bawah suhu 30oC. 
(2) Bakteri mesofilik pembentuk spora 
            Spesies Clostridium yang memfermentasi gula, misalnya C. Pasteurianum dan C. Butyricum
memproduksi asam butirat, CO2 dan H2 dan menyebabkan penggembungan kaleng. Bakteri ini dapat ditemukan pada makanan kaleng asam seperti tomat, nenas dan buah pir. Spesies yang lain, seperti C. sporogenes, C. putrefaciens dan C. botulinum menyebabkan kebusukan sulfida dan penggembungan kaleng. Bakteri ini dapat membusukkan makanan kaleng asam rendah, seperti jagung, daging, daging unggas dan ikan. 
Resistensi spora Bacillus mesofil tidak sebesar spora termofilnya. B. subtilis, B.mesenteriicus, B. polymixa dan B. macerans telah dilaporkan tumbuh pada makanan kaleng asam rendah. Keberadaan bakteri ini pada makanan kaleng menunjukkan kurangnya proses pemanasan atau telah terjadi kebocoran kaleng. 

(3) Bakteri non-pembentuk spora 
            Jika bakteri non-pembentuk spora ditemukan pada makanan kaleng, hal ini menunjukkan bahwa makanan tersebut diolah dengan pemanasan yang sangat ringan atau telah terjadi kebocoran kaleng. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah mikrokoki dan bakteri asam laktat. Pada susu kental manis, pertumbuhan Micrococcus dapat menyebabkan susu menjadi lebih kental. Kebusukan makanan kaleng oleh bakteri dapat disebabkan oleh salah satu penyebab di bawah ini: 

(a) Incipient spoilage 
          Makanan yang telah dimasukkan ke dalam kaleng sering kali dibiarkan 
terlalu lama sebelum disterilisasi. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan bakteri yang terdapat pada makanan dan menyebabkan dimulainya
kebusukan. Kehilangan vakum dapat menyebabkan tekanan yang tinggi pada
kaleng selama sterilisasi dan dapat menyebabkan kaleng kebocoran kaleng. 
Beberapa kaleng bahkan dapat pecah selama sterilisasi. 

(b) Kontaminasi setelah pengolahan 
           Kontaminasi setelah pengolahan terjadi karena adanya kebocoran kaleng yang disebabkan oleh penutupan yang kurang sempurna, kerusakan kaleng atau air pendingin yang terkontaminasi dalam jumlah besar. Berbagai jenis mikro organisme, tidak hanya yang tahan panas, dapat ditemukan dalam kaleng jika kaleng mengalami kebocoran. 
(c) Kurang cukup pemanasan (under process) 
          Pemanasan untuk makanan kaleng seharusnya dapat membunuh semua mikroorganisme penyebab penyakit dan pembusuk. Pemanasan yang tidak cukup dapat disebabkan oleh:
(a)                  tidak diikutinya waktu atau suhu yang telah ditetapkan
atau tidak ditentukannya suhu dan waktu pemanasan dengan baik; dan
(b)                  kerusakan mekanik atau kesalahan manusia. 

(d) Kerusakan termofilik 
             Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya tidak membunuh bakteri termofilik (lihat pembahasan di atas). Apabila proses pendinginan setelah proses sterilisasi terlalu lambat atau produk disimpan pada suhu penyimpanan di atas normal dimana bakteri termofilik dapat tumbuh, maka makanan kaleng dapat rusak oleh bakteri termofilik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar